Saya sering membaca
keluhan-keluhan teman-teman crafter...tentang ‘hobi’ mereka yang ‘terganggu’.
Hobi apa? Berkreasi flanel atau berbisnis.
Terganggu oleh? Oleh suami, anak-anak, atau hal lain yang berkaitan dengan kewajiban
utama mereka. Entah sebagai pelajar, pegawai, atau ibu rumah tangga/istri.
Saya sendiri dulu pernah
merasakan. Sewaktu masih kuliah dan kost, waktu saya 100% ‘me time’. Tugas
utama hanya kuliah/belajar. Selebihnya ‘menjahit’. Kadang kuliah bolos kalau
orderan sedang ramai, heee ^^v. Tidak
ada yang protes atau merasa terganggu.
Tapi ketika bekerja, ‘waktu favorit’ saya mulai tergusur. Sampai
akhirnya sama sekali tidak ada waktu, karena capek. Libur untuk tidur atau
jalan-jalan. Setelah menikah dan resign,
saya mulai bisa menikmati kembali ‘waktu favorit’. Tapi ternyata tidak bisa
100% seperti ketika masih kuliah dulu. Bisa dikatakan, tinggal 50%. Karena saya
punya kewajiban utama yang lebih berat dari ‘sekedar’ kuliah/menjadi pelajar.
Yaitu menjadi istri/ibu rumah tangga. Menjadi istri/ibu rumah tangga tidak
hanya bertugas mencuci, menyapu, dan memasak kan?! Ada tugas lain yang tidak
bisa diestimasikan berapa lama waktunya. Yaitu melayani dan menyenangkan suami.
Ketika suami pulang kerja, kita harus siaga memenuhi kebutuhannya... Menyiapkan
makan, pakaian ganti, menemaninya ngobrol atau jalan-jalan sebentar. Hal-hal
seperti itu tidak bisa kita beri batasan waktu. Apalagi yang sudah punya
anak...daftar tugasnya makin panjang. Memandikan anak, menyuapi, menemani
bermain, dan lain-lain. Kalau punya anak, ‘waktu favorit’ bisa berkurang hingga
25% atau bahkan lebih. Saya memang belum dikaruniai anak...tapi sudah bisa
membayangkan kesibukan jika sudah punya anak. Lalu bagaimana jika saya seorang
ibu rumahtangga, yang mempunyai kewajiban melayani suami dan mengurus anak?
Apakah saya tidak berhak lagi untuk ‘menjahit’ atau ‘berbisnis’? Tentu saja
masih punya hak/boleh ^^,
Sebelumnya, saya informasikan,
bahwa yang saya bahas adalah tentang kreasi flanel dan bisnisnya (dalam skala
kecil) yang dijalankan oleh ibu rumahtangga. Tapi, tetap bisa diaplikasikan ke
dalam kasus lain yang serupa.
Saya senang melihat para ibu, eh
bunda (sekarang pada lebih suka di panggil bunda ya...hehehehe)berpikiran maju
dan mandiri. Mereka mau belajar banyak hal. Mulai dari belajar menjahit, yang
akhirnya lanjut ke belajar bisnis. Banyak sekali rantai ilmu yang ‘harus’
dipelajari. Mengenal bahan – menjahit – membuat kreasi baru –
menjual/memasarkan – belajar online....dan seterusnya. Jika kita pilah satu per
satu, betapa banyak daftar ilmu yang harus dikuasai. Belum lagi ilmu membagi
waktu. Maka, tidak heran...yang tadinya ibu rumahtangga murni, kita melihatnya
tidak ada yang istimewa...”paling taunya bumbu dapur”, setelah mengenal
‘bisnis’, terlihat lebih ‘cerdas’ dibanding sebelumnya. Karena mau tidak mau
dia belajar/menambah ilmu. Apalagi jika bisnisnya kita lihat berhasil...pasti
orang itu terlihat pintar di segala bidang dan keren. Ya kan?! Makanya banyak
orang/ibu yang kemudian ‘mupeng’, mengikuti, tapi kemudian ‘lupa’ dengan
kewajiban utamanya. Ini yang sering tidak disadari, termasuk saya.
Saya pernah share, di artikel
“Banjir order...antara berkah dan musibah”. Ceritanya...saya pernah ‘lupa
diri’. Lupa kewajiban utama saya karena terlalu asyik dan menomorsatukan flanel
dan bisnis saya. Saya ‘tidak tahu’ kalau saya sedang mendzolimi suami/keluarga
saya. Saya begitu ‘ngotot’ untuk meraup sebanyak mungkin penghasilan dan
popularitas. Saya pikir, dengan memaksimalkan waktu saya, maka semua itu akan
tercapai. Tapi apa yang saya dapat? Capek, pertengkaran, sakit, dan bisnis yang
seolah berjalan ‘gontai’.... Sekeras
apapun saya berusaha menekan ‘gas’...jalannya tetap saja seperti siput... Di
mana letak kesalahan saya? Ada di pengabaian kewajiban utama saya.
Selain masalah sistem dan
administrasi, ada beberapa hal yang bersifat ‘tidak langsung’ dan ‘tidak kasat
mata’ menjadi faktor penentu keberhasilan bisnis kita. Keberhasilan ini tidak
semata ramai pembeli, berhasil meraup banyak keuntungan materi dan populer,
tapi juga berkah. Tanpa keberkahan, semua itu lama-lama akan surut/hancur. (Makna
berkah bisa teman-teman baca di sini)
Ada 2 hal yang harus kita
‘perjuangkan’ supaya bisnis kita berjalan mulus dan berkembang, yaitu :
1. 1. Ridho
Allah SWT
Ini mutlak,
apapun itu...tanpa ridho-Nya, semua akan berantakan. Jika sejak awal niat usaha
kita adalah mencari ridho Allah, dalam setiap kegiatannya, tidak akan melanggar
aturan yang ditetapkan Allah. Kita akan selalu yakin bahwa hasil yang kita
peroleh adalah kehendak Allah. Selain itu, kita juga akan berusaha
melakukan yang terbaik, karena tujuannya
adalah Dia. Jadi, mari kita luruskan niat. ‘Menjahit’ adalah ibadah, bisnis
adalah ibadah, hasilnya juga untuk kemaslahatan bersama, kita tidak melanggar
hak-hak keluarga. Semakin bisnis kita berkembang, semakin kita dekat dengan-Nya
dan semakin bersyukur.
2. 2. Ridho
keluarga (suami, anak, orangtua)
Ridho suami
sangat penting. Hati kita akan lebih nyaman dalam menjalankan usaha jika kita
tahu suami kita ridho. Kalau hati sudah nyaman, pikiran pun menjadi
jernih...ide-ide dan hasil kreasi kita pasti tampak ‘fresh’. Jika terjadi
masalah, kita punya teman diskusi, yaitu suami. Seringkali saya mendapatkan
ide/solusi dari hasil ‘meeting’ dengan suami saya. Tapi keridhoan tersebut bisa
menjadi luntur jika kita tidak pandai menjaga amanah tersebut. Meskipun kita sukses
luar biasa (menghasilkan uang dalam jumlah besar), tapi suami merasa terabaikan
dan tidak senang, itu akan berpengaruh pula pada ‘kejiwaan’ kita. Yang pada
akhirnya berpengaruh pula pada usaha. Ketika kita memilih melakukan sesuatu,
maka sudah bisa dipastikan, akan ada akibat yang mengikuti (bisa positif, bisa
negatif). Jadi, ada satu kata kunci yang perlu kita
lihat, yaitu hukum sebab akibat. Hukum sebab akibat adalah sunnatullah,
ketetapan Allah juga. Dalam alquran diterangkan: segala
sesuatu ada sebab dan segala sesuatu akan mengikuti sebab itu. Jika
kita melalaikan kewajiban utama, maka akan ada akibat yang pasti kita rasakan. Kewajiban
utama kita sebagai istri dan ibu bukan berasal dari suami/anak kita. Tapi kewajiban/perintah
tersebut langsung dari Allah SWT. Tunaikan dulu kewajiban utama kita, maka hal ‘sunah’
lain akan mengikuti dengan baik. Tapi, jika kita mengutamakan yang ‘sunah’,
belum tentu kewajiban utama akan berjalan baik. Saya tidak bisa menjelaskan
secara ilmiah...kenapa ketika saya berkomitmen untuk mengutamakan keluarga, dan
bisnis/hobi adalah nomor kesekian, tapi ternyata semua bisa berjalan baik,
bahkan bisnis saya...alhamdulillah semakin berkembang. Padahal waktu yang saya
curahkan untuk hobi/bisnis telah saya diskon demi keluarga/family time. Dan
semua terasa lebih menenangkan. Di banding dulu ketika saya bersikeras memperbanyak
waktu untuk hobi/bisnis saya. Contoh kejadian, yang bagi saya itu adalah
hikmah. Beberapa waktu yang lalu, PBF harus tutup selama 5 hari. Karena saya
mendampingi suami ke luar kota. Sebenarnya itu bukan perjalanan penting, dan suami saya juga mengijinkan kalau
saya tidak ikut. Tapi saya tahu, suami saya sebenarnya ingin, dan lebih senang
saya temani. Sempat saya bimbang, menemani atau tidak. Kalau ikut suami,
berarti ‘toko’ tutup, pemasukan juga tidak ada. Sayang sekali...tutup 5 hari.
Berapa juta yang akan melayang. Tapi kemudian saya berpikir, bukankah tugas
utama saya melayani suami?! “Ah, ya sudah...saya akan menemani suami saja”.
Materi tidak lebih besar nilainya dibanding kebahagiaan suami. Suami happy,
Allah ridho. Begitu pikir saya. Tahukah teman-teman, 2 hari sebelum saya tutup ‘toko’,
orderan yang masuk luar biasa. Omset saya dalam 2 hari itu setara dengan omset
1 minggu. Saya sampai kaget ketika cek inet banking. Bahkan seumur-umur, uang
di rekening saya belum pernah mencapai angka itu. Subhanallah! Teman-teman
mungkin ada yang berpikir, “itu sih kebetulan saja”.. Tapi tidak menurut saya,
semua itu karena sebuah sebab. Dan saya sering mengalami hal-hal tak terduga yang
menyenangkan seperti itu ketika saya memutuskan untuk lebih mengutamakan
kewajiban saya.
Hal ini bukan
berarti, ketika kita mengutamakan kewajiban utama sebagai istri/ibu, lalu kita
mengabaikan bisnis kita. Tidak! Bukan seperti itu. Semuanya berkesinambungan.
Bisnis tetap kita kelola dengan baik, benar dan profesional. Karena tanpa hal
itu, meskipun kita melaksanakan kewajiban utama dengan sempurna, bisnis juga
tidak akan berkembang dengan baik. Ibarat menanam bunga di pot, tapi tidak
pernah di siram/pupuk...dan kita sibuk mengurus rumah sambil berharap bunga
tersebut tumbuh sendiri dengan subur. Ya nonsens!
Yang ada bunga tersebut mati. Di jamin! Bisa dipahami kan? ^^,
Ridho anak juga
perlu kita raih. “Yang benar saja, anak saya masih bayi. Apa bisa saya meminta
ridhonya?!”... hehehehe, bukan dalam bentuk kata-kata tentunya. Tapi lebih ke
penunaian kewajiban. Jika kewajiban kita sebagai ibu terlaksana dengan baik, anak
juga tidak akan ‘rewel’. Dia juga akan tumbuh menjadi anak yang ‘baik’. Kembali
lagi ke konsep awal, bahwa tugas kita sebagai ibu berasal langsung dari Allah
SWT. Kalau tidak kita laksanakan dengan baik dan benar, pasti akan ada akibat
yang mengikuti. Bahkan ketika kita tidak memahami benar tugas tersebut, dan
melaksanakan tanpa keikhlasan. Akibatnya bisa langsung kita rasakan. Kita akan
merasa anak sebagai pengganggu hobi kita, anak kita anggap sebagai penghambat
bisnis. Lalu menyesal...kenapa harus ada anak. Masyaallah! Ingat ibu...anak adalah
amanah langsung dari-Nya. Dan kita istimewa, karena mendapat kepercayaan-Nya. Tapi
jangan lupa, kelak kita juga akan diminta pertanggungjawaban oleh-Nya tentang
amanah tersebut. Apa jawaban kita? “Maafkan hamba-Mu ini ya Allah, saya sibuk
menjahit dan mengembangkan bisnis”, begitu??
*Minimnya perhatian dan kelembutan seorang ibu yang tersita waktunya
untuk aktivitas di luar rumah, jika mau disadari, sejatinya berpengaruh besar
pada perkembangan jiwa anak. Terlebih jika keperluan anak dan suaminya malah
diserahkan kepada sang pembantu/babysitter. Lantas di manakah tanggung jawab
untuk menjadikan rumah sebagai madrasah bagi anak-anak mereka?
Banyak orang bodoh meneriakkan agar wanita jangan dikungkung dalam rumahnya, karena membiarkan wanita diam menganggur dalam rumah berarti membuang separuh dari potensi sumber daya manusia. Biarkan wanita berperan dalam masyarakatnya, keluar rumah bahu membahu bersama lelaki membangun negerinya dalam berbagai bidang kehidupan!!!
Banyak orang bodoh meneriakkan agar wanita jangan dikungkung dalam rumahnya, karena membiarkan wanita diam menganggur dalam rumah berarti membuang separuh dari potensi sumber daya manusia. Biarkan wanita berperan dalam masyarakatnya, keluar rumah bahu membahu bersama lelaki membangun negerinya dalam berbagai bidang kehidupan!!!
Demikian igauan mereka. Padahal dari sisi mana mereka yang bodoh ini dapat menyimpulkan bahwa separuh potensi sumber daya manusia terbuang? Dari mana mereka dapat istilah bahwa wanita yang diam di rumah karena mengurusi rumahnya adalah pengangguran? Ya, karena memang dalam defenisi kebodohan mereka, wanita pekerja adalah yang bergiat di luar rumah. Adapun yang cuma berkutat dengan pekerjaan domestik, mengurus suami dan anak-anaknya bukanlah pekerja tapi penganggur. Tidak memberikan pendapatan bagi negara.
Tahukah mereka bahwa Islam justru memberi pekerjaan yang mulia kepada wanita, kepada para istri di rumah-rumah mereka? Mereka diberi tanggung jawab. Dan dengan tanggung jawab tersebut, bisakah diterima bila mereka dikatakan menganggur, tidak memberikan sumbangsih apa-apa kepada masyarakat dan negerinya? Dalam bentuk pendapatan berupa materi mungkin tidak. Tapi dalam mempersiapkan generasi yang sehat agamanya dan fisiknya? Tentu tak dapat dipungkiri peran mereka oleh orang yang berakal sehat dan lurus serta mau menggunakan akalnya. Suatu peran yang tidak dapat dinilai dengan materi. (http://www.ikhwanmuslim.or.id/?content=article_detail&idb=92)
Ada lagi selain
ridho suami dan anak. Yaitu ridho orangtua. Kita semua tahu kan, betapa mantap
dan dahsyat doa orangtua, terutama ibu. Karena hal itu, saya berkesimpulan,
supaya orangtua saya ridho, saya harus bisa menyenangkan hati kedua orangtua
saya. Sehingga ketika mendoakan saya...doanya ‘tidak mungkin’ ditolak Allah, karena
doanya sangat berkualitas. Bagaimana tidak berkualitas jika orangtua saya berdoa dengan hati yang ridho, sepanjang
waktu/intens, dan penuh ketulusan?! Maka saya menyediakan waktu untuk orangtua
saya. Meskipun di waktu tersebut saya harus ‘libur’ bekerja. Setiap hari rabu,
kami libur kirim paket (yang sudah menjadi pelanggan PBF pasti tahu jadwal tersebut).
Itu karena saya sudah punya agenda pulang kampung. Tidak ada kepentingan
apa-apa, hanya sekedar bertemu orangtua dan menemani mereka. Padahal mereka
juga tidak masalah kalau saya tidak pulang. Tapi saya tahu, mereka senang kalau
anak-anaknya pulang. Hal sepele, yang kadang menurut sebagian orang itu tidak
penting atau tidak ada hubungannya dengan bisnis. Tapi buktinya, berkali-kali
saya merasakan manfaatnya. Ada hal yang kadang di luar logika saya, bisa
terjadi. Omset yang terus menerus tumbuh, kebahagiaan dan keberkahan yang saya
rasakan bersama keluarga. Sampai sekarang saya masih terus berpikir, betapa
Allah selalu menepati janji-Nya. Jika kita menjaga amanahnya dengan baik, maka ‘dunia
seisinya’ digenggaman kita. Coba saja resep ini, berbakti kepada orangtua.
Insyaallah bisnis kita akan berkembang. Tapi tetap dengan aturan ‘bunga di pot’
tadi lho yaa.... ^^,
*Dari Abu Abir Rahman-Abdullah bin Mas’ud r.a.,dia berkata:”Aku bertanya
kepada Nabi SAW : ’Manakah amal perbuatan yang paling dicintai oleh Allah Yang
Maha Tinggi?’ Rasul menjawab: ’Melakukan solat tepat waktunya (tidak dikerjakan
diluar waktunya).’ Aku bertanya: ’Kemudian apakah?’ Rasul menjawab: ‘Berbakti
kepada kedua orang tua’. Aku bertanya: ’Kemudian apa?’ Rasul menjawab:’Jihad di
jalan Allah’.” (HR.Muttafaq alaih)
Nah...sampai ke pembahasan akhir,
yaitu Allah SWT ridho = suami ridho = bisnis berkah. Bagaimana kita tahu bahwa
bisnis/usaha kita berkah? Kita akan merasakan hal-hal berikut :
1. 1. Hidup
seimbang. Kita bisa menunaikan hak dan kewajiban secara seimbang. Hak keluarga,
hak sahabat, hak tetangga/masyarakat, dan hak pribadi...bisa kita laksanakan
dengan baik dan benar. Bisnis tidak membuat kita merasa terganggu dengan kehadiran
suami/anak. Bisnis tidak membuat kita lupa terhadap orangtua. Bisnis tidak
menghalangi kita untuk bersilaturahmi ke sahabat ataupun pertemuan PKK :P
2. 2. Bermanfaat
bagi umat. Tidak harus dalam skala besar. Bisa dalam skala kecil. Misal, kita
jadi bisa memberdayakan keluarga/tetangga/teman untuk membantu mengembangkan
bisnis kita. Manfaat bisnis tidak hanya kita yang merasakan, tapi juga
orang-orang di sekitar kita. Belum lagi jika kita secara rutin mengeluarkan
zakat dan shodaqoh dari hasil bisnis kita. Kita transfer ke Dompet Dhuafa atau
Yayasan Anak Yatim misalnya. Ingat... Dalam setiap penghasilan/harta yang kita
peroleh, didalamnya ada hak orang lain. Dan wajib bagi
kita (muslim) untuk mengeluarkan shadaqah, infaq dan zakat. Bila kita
tidak mengeluarkannya, berarti kita telah berlaku dzalim, menguasai/memakan harta yang merupakan hak orang lain, khususnya kaum dhuafa. Harta yang berhasil kita kumpulkan itupun merupakan cobaan. Kita mensyukuri harta yang
diperoleh tersebut dan mau berbagi dengan orang lain atau
sebaliknya, kita menjadi tamak dan kikir ^^
3. 3. Keluarga
bahagia. Seperti yang saya jelaskan di atas, jika hak keluarga bisa kita
tunaikan secara sempurna, tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak mendukung
kita. Selain dukungan penuh, mereka juga akan mendoakan keberhasilan usaha
kita. Otomatis kita juga tenang dan bahagia :)
4. 4. Usaha
semakin berkembang, materi melimpah
5. 5. Semakin
kreatif dan produktif. Efek dari ketenangan dan kebahagiaan yang kita rasakan
adalah kepada kejernihan pikiran. Pikiran jernih dan hati yang tenang biasanya
akan menghasilkan ide-ide yang cemerlang.
6. 6. Semakin
dekat dengan Allah. Kadang ketika usaha kita berkembang, kita menjadi super
sibuk. Lalu mulai melupakan kewajiban utama kita kepada-Nya, yaitu sholat.
Jangankan sholat sunah, yang wajib pun sudah tidak sempat lagi kita
laksanakan/atau ditunda-tunda. Malu kepada-Nya, Dia lah yang memberi rejeki
kepada kita, Dia yang menjadikan usaha kita berkembang. Godaan untuk lebih
mengutamakan bisnis akan lebih kuat daripada sholat. Saya sendiri merasakannya
kok... “ah nanti dulu, tanggung. Pelanggan mau buru-buru transfer soalnya, jadi
harus di rekap sekarang”. Jadi, tidak masalah Allah yang menunggu... Astaghfirullah
:( #itu saya banget, teman-teman. Jujur!
Selesai... Alhamdulillah. Saya
harap tulisan saya ini tidak berkesan menggurui, apalagi kalau yang membaca
lebih tua atau lebih berpengalaman dari saya. Saya hanya menceritakan
pengalaman pribadi dan membagi hikmahnya. Semoga bermanfaat... Wallahu a’lam
tulisan yang sangat menarik. sangat mencerahkan hati. terimakasih ya mbak. ijin share linknya ya
BalasHapusterimakasih mb ayu.. monggo.. :)
HapusSubhanallaaahhh... Semua yang ditulis mbak diatas benarlah adanya.
BalasHapusSaya juga mengalami hal itu mbak. Dan hampir saja craft "menggelincirkan" saya.
Ternyata diri sendirilah yang tidak bisa memanajemen. Trimakasih postingannya.
Ini yang namanya "Ta'awanu 'alal birr wa taqwa". :)
karena itu saya alami sendiri mb... dan trnyata, banyak juga yg senasib :)
Hapussubhanalloh..terharu mbaca artikel mb..trima kasih ya mb,artikelna bener2 bgs..smg saya bs jd istri,ibu,yg baik bt suami n anak2 amin..ijin share link na ya mb..*_~
BalasHapusaaamiin... monggo mb :)
Hapuslike this very muuch...
BalasHapusmardhotillah is number one
HAMASAH....!!!!
^^d
Hapusmakasih mba... ini sangat dekat...... berasa ditelanjangi... lalu dicerahkan...
BalasHapussemoga istiqomah ya mba...
saya izin share... izin contek ilmunya...
semoga pula merasakan hikmah yang sama dengan yg mba rasakan ...
aamiin
aamiin ichi ^^ silakan...
HapusSalute sama yg bisa membagi waktunya deh,,karna gakj smua orang (perempuan) bisa begitu. Saya aja yg masih single, suka bingung .... hehehhhe
BalasHapus**makasih sharenya ya mbak
Ilmu yg tak terduga, begitu membuat otak saya berpikir & membuat saya mengevaluasi diri. Thanks ya mba atas share ilmunya. Agar usaha saya berkah & usaha mba jg smakin bertambah berkah, saya mau share link mba. Boleh kan? :)
BalasHapusgood hear ^^d. monggo..silakan
HapusMakasih ya mb sharingnya, menginspirasi banget ... ini yang namanya "Manajemen waktu islami" ... sebaliknya, saya sebagai suami jadi mengingat-ingat kembali kewajiban terhadap istri dan penunaian hak-hak lainnya ditengah kesibukan mencari nafkah ...
BalasHapusJazakillah khairan katsiiraa
Semoga sukses dunia dan akhirat ya ...